*Saksi Dugaan Tipikor Insentif Guru Ngaji
LUBUKLINGGAU-Dugaan pemotongan insentif 767 guru ngaji di Kabupaten Musi Rawas (Mura), terus diselidiki oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Lubuklinggau. Sebelumnya, dilakukan berkas laporan dari masyarakat, Korps Adyaksa bakal memanggil dua orang guru ngaji, Kad dan Sam.
Mereka akan dimintai keterangan seputar aliran dana insentif tersebut. Namun kapan dan waktu belum diketahui secara persis.
Kajari Lubuklinggau, Taufik Satia Diputra melalui Kasi Intel, Rully Mutiara saat dibincangi wartawan koran ini, membenarkan pihaknya akan memanggil dua orang guru ngaji.
“Memang betul kami sudah melayangkan surat pemanggilan tapi masih bersifat pemberitahuan. Tapi saya belum tahu kapan atau hari apa mereka akan dipanggil. Masih kami susun,” ungkapnya.
Dilanjutkan Ruly, pemanggilan itu untuk mengetahui secara detail terkait penerimaan insentif guru ngaji. “Namanya laporan belum tentu benar. Jadi perlu klarifikasi kepada orang yang menerimanya. Apalagi, ada dua versi terkait aliran dana ini. Mungkin saja, insentif itu dikurangi karena banyaknya jumlah guru ngaji yang menerima dari kuota sudah ditetapkan,” jelasnya.
Sebelumnya, Persatuan Guru Intelektual Indonesia (PGII) dan Lembaga Pemantau Pembangunan dan Peduli Rakyat (LP3R) menduga telah terjadi penyunatan (Pemotongan) insentif 767 guru ngaji di Kabupaten Mura. Dugaan itu Selasa (10/11), dilaporkan PGII dan LP3R ke Kejari Lubuklinggau.
Detail kasusnya, untuk 2009 Kabupaten Mura mendapatkan alokasi dana Rp 460.200.000 dari Pemprov Sumsel. Sesuai dengan surat dari Pemprov Sumsel tertanggal 7 Oktober 2009 dengan No. 900/2597/VII/2009 perihal pemberian bantuan biaya operasional pondok pesantren dan bantuan insentif ustadz/ustadzah 2009, yang ditujukan kepada bupati/walikota.
Dalam surat yang ditandatangani gubernur melalui Sekda Pemprov, Musrif Suwardi menegaskan, dalam rangka meningkatkan pendidikan yang berbasis keislaman, Pemprov memberikan bantuan kepada 767 ustadz/ustadzah senilai Rp 460.200.000 di Kabupaten Mura. Namun kenyataannya dan dari temuan di lapangan, beberapa ustadz/ustadzah mengaku hanya menerima Rp 100 ribu yang semestinya Rp 600 ribu. (10)
0 komentar